Syarat dan Ketentuan dalam Hukum Cerai Di Indonesia
Dalam hukum Indonesia, perceraian diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU Perkawinan) serta Kompilasi Hukum Islam (KHI) untuk umat Islam.
2/11/20252 min read


Dalam hukum Indonesia, perceraian diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU Perkawinan) serta Kompilasi Hukum Islam (KHI) untuk umat Islam. Berikut adalah syarat-syarat perceraian berdasarkan hukum perdata Indonesia:
1. Alasan Perceraian (Pasal 39 UU Perkawinan)
Perceraian dapat diajukan jika terdapat alasan yang sah, antara lain:
Perselisihan dan pertengkaran terus-menerus antara suami dan istri sehingga tidak mungkin lagi hidup rukun dalam rumah tangga.
Salah satu pihak melakukan perbuatan zina, menjadi pemabuk, penjudi, atau memiliki perilaku buruk lainnya yang sulit disembuhkan.
Salah satu pihak meninggalkan pasangan selama 2 tahun berturut-turut tanpa izin dan tanpa alasan yang jelas.
Salah satu pihak mendapat hukuman penjara selama 5 tahun atau lebih setelah perkawinan berlangsung.
Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pasangan.
Salah satu pihak cacat badan atau penyakit berat yang menghalangi terpenuhinya kewajiban sebagai suami atau istri.
Terjadi perbedaan agama setelah perkawinan, jika hal ini menyebabkan ketidakharmonisan dalam rumah tangga.
2. Prosedur Perceraian
Gugatan Perceraian: Perceraian harus diajukan ke Pengadilan Agama (bagi umat Islam) atau Pengadilan Negeri (bagi non-Muslim). Tidak ada perceraian di luar pengadilan.
Mediasi: Sebelum persidangan, pengadilan akan mengupayakan mediasi untuk mendamaikan kedua belah pihak. Jika mediasi gagal, perceraian akan diproses.
Pembuktian: Penggugat (yang mengajukan perceraian) harus membuktikan alasan perceraian dengan bukti-bukti yang sah.
3. Syarat Formil
Kedua belah pihak harus hadir dalam persidangan, kecuali ada alasan yang sah.
Surat nikah atau bukti perkawinan harus disertakan dalam gugatan.
Masa tenggang (iddah): Bagi istri Muslim, perceraian hanya sah setelah masa iddah selesai (3 kali suci atau 3 bulan bagi yang tidak haid).
4. Akibat Hukum Perceraian
Hak asuh anak: Pengadilan akan menentukan hak asuh anak berdasarkan kepentingan terbaik anak.
Harta bersama: Harta yang diperoleh selama perkawinan akan dibagi sesuai ketentuan hukum.
Nafkah: Suami mungkin diwajibkan memberikan nafkah kepada mantan istri selama masa iddah atau sesuai keputusan pengadilan.
5. Perceraian bagi Umat Islam (KHI)
Bagi umat Islam, KHI mengatur lebih rinci tentang perceraian, termasuk:
Talak: Suami dapat menjatuhkan talak dengan syarat-syarat tertentu.
Khulu': Perceraian atas permintaan istri dengan memberikan kompensasi kepada suami.
Fasakh: Perceraian karena alasan-alasan tertentu seperti cacat atau penyakit yang menghalangi tujuan perkawinan.
6. Perceraian bagi Non-Muslim
Bagi non-Muslim, perceraian diatur dalam UU Perkawinan dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer). Prosedurnya mirip, tetapi tidak ada ketentuan iddah atau talak.
Kesimpulan
Perceraian di Indonesia hanya dapat dilakukan melalui pengadilan dan harus memenuhi alasan-alasan yang sah sesuai hukum. Prosesnya melibatkan mediasi, pembuktian, dan keputusan pengadilan terkait hak asuh anak, harta bersama, serta nafkah.